The Day

         This is a special throwback story to my day of departure to Japan, to pursue my 3rd semester of undergraduate study at Nagoya University.

24 September 2015
         Rasanya seperti mimpi. Aku tak pernah membayangkan hari ini terjadi. Fascinating. Mimpi yang jadi kenyataan. Hari ini adalah hari dimulainya perjalananku, yang mungkin menjadi impian banyak orang.
             Aku bangga, bisa sampai di titik ini. Tak ku pungkiri, semua ini memang tak masuk akal. Mahasiswa baru 1 tahun menginjakkan kaki di FH UGM dan semester 3nya, akan dijalani di luar Indonesia, Jepang, Nagoya University. Apa ini? Aku terus bertanya-tanya. Apa maksud semua ini? 
            Awal tahun keduaku sebagai mahasiswa hukum, akan kujalani di Jepang, which is strange to those who don’t know me. Yeah. Jepang? Hukum? Apalagi buat orang-orang awam yang hanya paham Belanda sebagai tempat terbaik belajar hukum. Well, memang tidak salah, Belanda memang tujuan favorit mahasiswa Indonesia. Namun, bagiku, bukan Belanda, belum waktunya. Aku punya impian yang sejak dahulu, membuat ku eager, when would I accomplish it? 
       Yeah, Jepang. Sejak SMP, aku sudah belajar bahasa jepang, awalnya tidak terlalu tertarik, not a good student tho. However, things changed. I changed, I dunno why tho. Aku terus belajar bahasa jepang di luar jam sekolah, privat dan seterusnya bersama teman kecilku, Bagas. I was just into japanese. Anehnya, bukan drama, lagu, atau anime. Anime masa kecil memang attracted me so much, but as I grew up, aku lebih into korean pop. Dan, anehnya lagi, jepang masih memiliki tempat spesial di hatiku. Buatku, bahasa jepang itu bahasa yang unik, dan negara jepang itu sendiri merupakan negara yang menarik. Satu-satunya negara asia yang developed, masyarakatnya masih konsisten dalam preserve their culture. Despite the fact that I didn’t study japanese really hard, I got the basic, I could read hiragana, katakana, and some kanji. That’s above beginner level.
            Dengan background itu, aku terus mengejar mimpiku untuk bisa ke jepang, belajar dan dibiayai beasiswa. Ga mungkin juga orang tua ku mampu membiayai kuliahku di sana. 
Dan, dang!
              Sampailah aku pada titik ini, setelah melewati seleksi yang cukup ketat, karena yang mendaftar dari angkatan 2014 hanya aku dan sisanya angkatan 2013 dan 2012, jadilah hanya satu mahasiswa yang dikirim dari UGM, bukan hanya mewakili ugm tetapi juga Indonesia. As a matter of fact, aku memang satu-satunya Indonesia di fakultas hukum sana, well this part I’ll tell in another story.
                Bangga, begitu bangga. Orang tuaku, keluarga besarku, bangga.
            Aku pun merasa bak primadona–orang tuaku, they told everyone, that my daughter is now studying in Japan. I also told them, just tell everyone. Why? Karena agar semua orang tahu, bahwa aku mampu menggapai titik ini, yang dulu hanyalah titik samar, yang sekarang, sudah terlihat. 
           Inilah rasanya, menggapai mimpi, walaupun belum sepenuhnya sempurna, aku sangat bersyukur dengan semua ini. Dari mulai uang saku per bulan yang diberikan oleh pemerintah jepang dan tiket pesawat pulang-pergi yang juga dibiayai. Mungkin, kalau orang-orang yang iri kepadaku, mereka bilang, aku hanya beruntung atau entahlah apa itu. Tapi, aku memang telah membuktikan, that I deserved to get all of this.
           Aku tidak melakukan apapun yang merugikan orang lain. Dan juga, ini semua tidak ku rencanakan sebelumnya. 
            Awalnya, hanyalah mimpi belaka, yang tak ku duga menjadi kenyataan. 
The outside view from my room

This was taken from my room, my first morning in Nagoya

Komentar

Postingan Populer